Reporter dan Pegiat Media Berbasis Keagamaan Perkuat Ketrampilan Jurnalisme Lingkungan
JAKARTA - GreenFaith Indonesia berkolaborasi dengan Tempo Institute dan 1000 Cahaya gelar Pelatihan Jurnalisme Lingkungan untuk Reporter Media Berbasis Keagamaan, pada Rabu-Kamis, 2-3 Oktober 2024 di Aula Lantai 6 Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat. Sebanyak 23 orang peserta dari reporter dan pegiat media dari beragam organisasi keagamaan di Indonesia, berkesempatan mempelajari dan melakukan praktik mengelola isu dan usulan liputan, merencanakan tulisan, menuliskan artikel storytelling, mentoring, fotografi jurnalistik, dan konten media sosial.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik dunia, saat kunjungan apostoliknya ke Indonesia, September 2024 lalu. Pada kesempatan itu Paus menyerukan kepada semua pihak untuk bertindak menangani krisis lingkungan yang mengancam dunia.
Hening Parlan, Koordinator Nasional Greenfaith Indonesia, menegaskan bahwa krisis iklim adalah masalah global yang tidak mengenal batas agama dan negara sehingga perlu tindakan kolektif untuk memperbaikinya.
“Dalam konteks menangani krisis iklim, menjaga lingkungan, dan melestarikan bumi, komunikasi yang efektif sangat penting bagi organisasi keagamaan dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat luas,” katanya. Melalui pelatihan ini, Ia berharap para reporter dapat memperkuat jurnalisme lingkungan dengan perspektif agama atau keyakinan.
Azrul Tanjung, Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam sambutannya berpesan pentingnya reporter media berbasis keagamaan turut menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya transisi energi berkeadilan.
“Media dan jaringannya menjadi salah satu sarana untuk bisa menyusun komunikasi yang mudah dipahami oleh masyarakat, sehingga masyarakat menyadari, percaya, dan yakin untuk ikut bergerak menuju energi nol bersih di 2060 mendatang,” ungkapnya.
Untuk mengemas cerita yang menarik, para peserta berlatih menggunakan teknik‘Storytelling’ yang sesinya diampu oleh Qaris Tajudin, Direktur Tempo Institute. Sebuah cerita bisa dikemas dalam bentuk apapun, menurut Qaris, tidak hanya tulisan, tapi juga bisa dikemas dalam vlog, podcast, dan segala macam.
“Penggunaan teknik ‘Storytelling’ adalah jalan tengah ketika kita tidak bisa menjelaskan permasalahan lingkungan yang begitu pelik kepada orang-orang, dan jalan tengah juga ketika kita mendapat tekanan dari pemerintah, atasan, atau siapapun ketika merilis konten isu lingkungan yang bersifat advokatif. Sehingga dengan bercerita, mereka tidak merasa konten ini adalah oposisi atau melawan dari yang mereka inginkan,” terangnya.
Sebelum praktik menulis dengan gaya ‘Storytelling’, peserta diminta menonton sebuah contoh video dan menganalisis plot, karakter, konflik, deskripsi, dan kutipan. Kemudian peserta praktik menulis cerita seseorang menggunakan teknik ‘Storytelling’, kemudian cerita mendapatkan review dan masukan agar peserta bisa mengembangkan ceritanya dengan lebih baik.
Pada sesi Fotografi Jurnalistik, Gunawan Wicaksono, Redaktur Foto Tempo, menjelaskan jenis-jenis foto jurnalistik berdasarkan penyajiannya, mulai dari sebagai foto ilustrasi artikel, sebagai foto berita lepas, hingga sebagai esai foto. Ia juga menyampaikan 8 tips untuk menjadi fotografer yang andal, antara lain memahami teknik dasar fotografi dan mengisi file foto dengan baik.
“Isilah file foto dengan baik, setidaknya mencakup metode data jurnalistik, 5W 1 H. Ketika kita tidak mengisi file info, foto kita akan menjadi sampah, karena akan menyulitkan mengidentifikasinya,” pesannya.
Ia kemudian memberikan tugas kepada peserta untuk praktik mengambil foto menggunakan teknik dasar fotografi serta menuliskan file info dengan baik. Peserta kemudian mempresentasikan hasil karyanya dan diberikan review serta apresiasi bagi karya foto terbaik.
“Selain mengasah ketrampilan fotografi, penting bagi seorang fotografer jurnalistik untuk memahami isu aktual yang sedang hangat di masyarakat, supaya membentuk kepekaan seorang tersebut berinteraksi keluar. Teruslah memotret, kepekaan kita terhadap isu dan reaksi kita terhadap momen, itu akan otomatis terbentuk,” ucap Gunawan.
Selanjutnya Kepala Optimasi Digital Tempo, Fadhli Sofyan, turut hadir mengampu sesi Konten Media Sosial.
“Kita perlu mengenal ‘Content Pilar’. Yang pertama, promotional, buat saya tertarik dengan produk kamu. Kedua, entertainment, hibur saya dengan konten kamu. Ketiga, educational, buat saya tahu dan mengerti. Keempat, conversion, buat saya melakukan tindakan: aksi, baca, daftar, datang, beli, dukung,” terangnya.
Peserta berkesempatan praktik membuat kampanye media sosial dengan memperhatikan teknik SMART goal, dan membuat 6 tahapan rencana konten, untuk topik kampanye menjaga kelestarian sungai dan air bersih, dan energi bersih dan terjangkau. “Untuk membuat konten yang bisa diterima masyarakat adalah konten yang sesuai kebutuhan pembaca, bukan kemauan si pembuat konten,” imbuh Fadhli. (***)
Posting Komentar